Rabu, 04 November 2015

WADHIFAH YANG BACA SEBELUM SHALAT SHUBUH

WADHIFAH YANG BACA SEBELUM SHALAT SHUBUH
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ ، أَمِتْنَا عَلَى دِيْنِ الْإِسْلَامِ (41مَرَّةً)
“Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri Wahai Dzat pemilik segala Kegagahan dan Kemuliaan, tiada Tuhan selain Engkau. Cabutlah nyawa kami dalam keadaam Islam (membawa iman)”.         
            Ini adalah dzikir atau wadhifah yang dibimbing langsung oleh Hadratusy Syaikh KH. Achmad Asrori Al Ishaqy RA untuk di-istiqamah-kan dibaca setiap sebelum shalat Shubuh. Pujian ini dibaca sebanyak 41 kali dan kemudian dilanjut dengan pembacaan Allahul kaafii sebanyak 7 kali.
            Di dalam kitab Haasyiyah ‘Ianah Ath Thalibin dijelaskan bahwa wadhifah tersebut memiliki faedah agar menguatkan keimanan. Dan itu sudah teruji oleh para ulama’ terdahulu, mereka mendapatkan perintah langsung dari Nabi SAW.[1]
            Ibn Qayyim berkata: “Hasil uji coba para salik mereka mencoba dan membiasakan secara benar. Bahwa, seorang yang membiasakan secara istiqamah membaca  yaa hayyu yaa qayyum laa ilaha anta maka Allah memberikan dan menganugrahkan kepadanya hati dan akal yang hidup.”
            Beliau memberikan isyarat: bahwa seorang yang membiasakan setiap hari membacanya sebanyak 40 kali setelah melakukan (shalat) sunah Shubuh, sebelum melakukan Shalat Fardhu (Shubuh), maka hatinya akan hidup dan tidak akan mati. Berikut doanya:[2]
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ
Dan di dalam kitab Tuhfah Al Habib ala Syarh Al Khatib diriwayatkan dari Imam At Turmudzi Al Hakim, berkata: “Saya berkali-kali mimpi diberi peringatan oleh Allah SWT, kemudian saya memohon dan meminta kepada-Nya: ‘Ya Allah, sungguh hamba takut akan menurunnya kualitas keimanan, sehingga lambat laun akan hilangnya keimanan ini, maka Allah kemudian memerintahkanku untuk membaca dan mengamalkan doa setelah melakukan (shalat) sunah Shubuh, sebelum melakukan Shalat Fardhu (Shubuh) sebanyak 41 kali:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا بَدِيْعَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ ، يَا اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْأَلُكَ أَنْ تُحْيِيَ قَلْبِيْ بِنُوْرِ مَعْرِفَتِكَ يَا اللهُ يَا اللهُ يَا اللهُ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ[3]    
            Kalau kita lihat ketiga redaksi tersebut tampak jelas perbedaan di antara ketiganya. Susunan kata dan kalimat yang berbeda, jumlah bilangan yang berbeda, ada yang mengatakan 40 dan ada pula yang mengatakan 41, dan redaksi yang kedua lebih sedikit dan yang ketiga lebih banyak dari pada redaksi yang dibimbingkan Beliau RA kepada kita. Terus apakah hal tersebut berpengaruh?, tidak!.
Kalau dalam Ilmu Hadits, ini disebut dengan periwayatan bil makna. Yaitu periwayatan yang redaksinya tidak sesuai dengan teks aslinya, akan tetapi maksud dan artinya sama. Dan hukumnya sah-sah saja, yang penting esensinya masih sama.
            Setelah itu kemudian dilanjut dengan pembacaan:
اللهُ الْكَافِي رَبُّنَا الْكَافِي قَصَدْنَا الْكَافِي وَجَدْنَا الْكَافِي لِكُلٍّ كَافِي كَفَانَا الْكَافِي وَنِعْمَ الْكَافِي الْحَمْدُ للهِ
“Allah adalah Dzat yang Maha Mencukupi. (Dialah) Tuhan kami yang Maha Mencukupi (sebab) ketika kami menghendaki kecukupan (hidup dan penghidupan) kami pun menemukan kecukupan (tersebut) Segala sesuatunya pun (bisa) tercukupi (untuk menangani masalah seperti itu) cukuplah bagi kami Dzat yang Maha Mencukupi Dan Dia adalah sebaik-baik Dzat yang Maha Mencukupi Al Hamdu Lillah.
            Ini dibaca setelah yaa hayyu yaa qayyum sebanyak 7 kali. Seperti yang bisa kita lihat dari terjemah (bebasnya), content dari dzikir ini berkisar tentang pengakuan (i'tirof), kepasrahan (tawakkal), dan tauhid.
            Jadi, sepagi itu, ketika kita baru saja terjaga dari tidur lelap dan ketika kesadaran kita baru saja (di)kembali(kan), kita sudah 'membuat' pengakuan bahwa Dialah satusatunya Dzat yang (akan) Mencukupi hidup dan kehidupan kita sepanjang hari nanti.
            Dialah yang akan Mencukupkan hasil dari usaha serta ikhtiyar kita dalam memenuhi segala kebutuhan dan tanggung jawab kita seharian nanti.
            Yang sempat terekam dalam ingatan kami dari dedawuhan Beliau RA ketika membahas dzikir ini adalah bahwa dzikir ini dijadikan sebagai semacam pegangan hidup, motivator, dan penyemangat agar sepanjang hari nanti, kita bisa tetap semangat, optimis, dan powerful dalam menghadapai segala hal yang terjadi dan menimpa kita sepanjang hari nanti. Pahit-manis, susah-senang, gagal-berhasil dan berbagai bumbu kehidupan yang lain, apapun itu, diharapkan bisa menjadi tawar dan tak menimbulkan gangguan (psikis) yang berarti, seperti bikin galau. (Akhi Dziya’ Ul Azman)



[1] Lihat. Hasyiyah Ianatuth Thalibin, 1/286
[2] Lihat. Miftahul Afkar Litahhub Lidar Al Qarar, 115/1
[3] Lihat. Tuhfah Al Habib ala Syarh Al Khatib, 2/80

Tidak ada komentar:

Posting Komentar