BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Faraid
adalah ilmu yang menjelaskan tentang pembagian harta warisan, harta yang berhak
diterima bagi seorang yang berhak menerimanya. Dalam hal ini Al Quran Al
Karim telah menyebutkan dan menjelaskan beberapa ayat yang berkaitan dengan
harta warisan (QS. An Nisa’: 11-12 dan QS. An Nisa’: 176).
Dalam ayat tersebut
dijelaskan secara rinci ukuran pembagian dari harta yang ditinggalkan orang
yang meninggal dunia. Dan dalam ayat tersebut juga menjelaskan secara mendetail
siapa saja yang berhak mendapatkan harta warisan (baca: ahli waris)
Ada beberapa sebab
orang bisa mendapatkan harta warisan dan ada beberapa penghalang yang
menyebabkan seorang tidak bisa mendapatkan harta warisan (tersebut). Seorang
yang tadinya berhak mendapatkan harta warisan, akan tetapi dia melakukan salah
satu penghalang itu, maka dia menjadi orang yang tidak memiliki hak lagi untuk
mendapatkannya.
Contoh dari penghalang
adalah (seseorang yang membunuh): 3 bulan lalu dihebohkan dengan pembunuhan
dengan motif ingin menguasai harta Angelin, harta warisan dari ayah angkatnya. Margaretha
Magawe adalah ibu angkat yang tega membunuh Angelin demi harta.[1]
Untuk mengetahui siapa
saja yang berhak mendapatkan dan siapa saja yang tidak berhak sebab melakukan
salah satu dari beberapa penghalang tersebut, kiranya pemakalah perlu
menjelaskan secara mendetail terkait permasalahan tersebut.
- Rumusan
Masalah
Dalam makalah singkat
ini pemakalah akan mensajikan pembahasan-pembahasan sebagai berikut:
1. Apa
sebab-sebab seorang yang berhak mendapatkan harta warisan?
2. Apa
saja seorang dapat terhalang mendapatkan harta warisan?
3. Apa
saja rukun-rukun dalam warisan?
4. Apa
saja syarat-syarat dalam warisan?
BAB
II
PEMBAHSAN
1.
Sebab-Sebab
Seorang Mendapatkan Warisan
لِلإِرْثِ أَسْبَابٌ
ثَلَاثَةٌ بِلَا خُلْفٍ قَرَابَةٌ
نِكَاحٌ وَوَلَا
“Ada
3 sebab )bagi
seorang yang mendapatkan( harta
warisan: (adanya hubungan) Kerabat, Nikah, Budak”.[2]
Seseorang berhak mendapatkan harta
warisan dengan memenuhi salah satu dari 3 sebab di atas, selama tidak ada
sesuatu yang menghalanginya, sebagai berikut:
1) Al Qaraabah (sanak keluarga):
seorang akan memberikan sebagian harta warisannya kepada seorang yang masih ada
hubungan saudara dengannya (sesuai dengan perhitungan). Seperti: kedua orang
tua, anak, saudara, paman dan lain sebagainya. Kalau secara ringkasnya, orang
tua, anak, dan orang yang senasab dengannya.[3]
2) An Nikah: seseorang yang
menikah dengan akad yang sah suami atau istri bisa saling berbagi harta warisan
(jika salah satu dari mereka ada yang meninggal lebih dahulu). Dikecualikan,
seorang yang menikah dengan akad fasid (tidak sah) atau seorang yang
sudah bercerai. Maka dia berdua tidak bisa saling mewarisi, kecuali di dalam iddah
raj’i.
3) Al Walaa’ (budak) : seorang yang
memerdekakan (boleh) mewariskan harta warisan kepada al walaa’ (budak)nya,
baik budaknya laki-laki atau perempuan. Hal tersebut berlandaskan sabda Nabi
SAW: “Budak (itu) milik seorang yang memerdekakan”. (HR. Ahmad dan Ath
Thabari). [4]
- Perkara-perkara
yang menghalangi (dalam) pewarisan
وَاْلمَنْعُ بِاخْتِلَافِ
دِيْنٍ حَصَلَا وَرِدَّةٍ وَرِقٍّ وَقَتْلٍ
مُسْجَلَا
“Perkara yang menghalangi (dalam pewarisan):
perbedaan agama, kemurtadan, hamba sahaya, dan membunuh secara sengaja”.[5]
Seorang ahli waris terhalang mendapatkan
harta warisan sebab adanya salah satu dari 4 sebab:
1) Perbedaan
agama antara pewaris dan yang diwarisi, seperti:seorang pewaris beragama Islam
dan yang diwarisi adalah orang kafir atau sebaliknya. Baik seorang kafir
tersebut masuk Islam sebelum pembagian harta waris atau tidak. Baik (adanya
hubungan) kerabat, nikah, atau budak. Maka (dengan sebab ini) di antara
keduanya tidak bisa saling mewarisi.[6]
Hal ini berlandaskan sabada Nabi SAW:
لاَ
يَرِثُ اْلمُسْلْمُ اْلكَافِرَ وَلَا اْلكَافِرُ اْلمُسْلِمَ
“Orang
muslim tidak boleh mewariskan (hartanya) kepada orang kafir. Dan orang kafir
tidak boleh mewariskan hartanya kepada orang muslim”. (HR. Bukhari).[7]
Berbeda
dengan orang Yahudi dan Nasrani atau sebaliknya. Mereka boleh saling mewarisi.
Karena kufur seluruhnya adalah satu agama. Berdasarkan firman Allah SWT:
فماذا
بعد الحق إلا الضلال
“Maka tidak ada
setelah kebenaran itu melainkan kesesatan”. (QS. Yunus: 32)[8]
وَالَّذِينَ
كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Dan orang-orang yang kafir, sebagian
mereka melindungi sebagian yang lain”. (QS. Al Anfal: 73)[9]
2) Murtad : baik dari pihak
pewaris atau yang diwarisi. Murtad adalah: seorang yang keluar dari
agama Islam –naudzubillah- dan hartanya digunakan untuk kemaslahatan
orang-orang muslim. [10]
3) Budak,
dengan segala bentuknya.[11]
Baik itu budak qinnan adalah budak khusus, budak mudabbiran
adalah budak yang diberi wasiat oleh tuannya: “Kamu akan merdeka setelah saya
meninggal”., budak mukatabah adalah budak yang akan dimerdekakan oleh
majikanya apabila membayar sejumlah uang kepada majikanya, budak muallaq adalah
budak yang akan dimerdekakan dengan sebab pensifatan. Contoh: “Apabila istriku
melahirkan anak laki-laki, maka kamu akan merdeka”.[12]
Sesungguhnya seorang
budak tidak bisa mewariskan harta warisan(nya) kepada kerabatnya. Karena jika dia mewariskan sesuatu dari
hartanya, maka akan diambil oleh tuannya. (Karena) seorang tuan adalah orang
asing, sehingga tidak bisa mewariskan kepada orang lain.
4) Pembunuhan:
mencakup seluruh orang yang ada kaitannya dalamnya. Baik secara sengaja (hak)
atau tidak ada hak. Contok seorang yang berhak untuk membunuh, seperti: seorang
yang meng-qishah, imam, qadhi, dan syahid. Dan seorang
yang tidak memiliki hak membunuh. Sedangkan contoh seorang yang tidak berhak
membunuh baik disengaja atau tidak. Secara disengaja seperti: seorang yang
membayar seorang saksi, membayar seseorang (untuk membunuh), atau seorang yang
tidak memiliki hak membunuh, atau tidak sengaja, seperti: orang tidur, orang
gila, dan anak kecil. Alasan tercegahnya sebab ini adalah (seseorang yang
ingin) mempercepat terjadinya proses pewarisan.[13]
Kaidah fiqih:
seorang yang ingin mempercepat sesuatu sebelum waktunya, maka dia akan terkena
hukum berupa terhalang (mendapatkan harta warisan).
Walhasil: seorang
yang membunuh tidak akan mendapatkan warisan dari harta peninggalan seorang
yang dibunuh. Hal ini berlandaskan sabda Nabi
SAW: “Seorang yang membunuh tidak akan mendapatkan warisan dariharta
peninggalan orang yang dibunuh”. [14]
Ini adalah penghalang bagi orang yang
membunuh, tidak pada orang yang dibunuh. (Karena) terkadang seorang yang yang
dibunuh memberikan warisan kepada orang yang membunuh, ketika dia (pembunuh)
mati lebih dulu. [15]
Pengecualian: seorang mufti atau
seorang rawi hadits (tidak termasuk seorang yang membunuh, baik secara hak atau
tidak memiliki hak), karena mereka berdua sekedar ikhbar (baca:menyampaikan
khabar) hukum syariat, berbeda dengan qadhi, karena dia adalah seorang
yang menetapkan (hukum atas seorang yang terkena hukum).[16]
- Rukun-rukun
waris:
1) Muwarrits (pewaris): adalah
seorang mayit. Dan ahli waris berhak mendapatkan harta peningalannya.[17]
2) Al Waarits (ahli waris) yaitu orang
yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris dikarenakan
adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau ikatan pernikahan, atau lainnya.[18]
3) Haqqu mauruus: yaitu harta
peninggalan (baca: segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalkan
pewaris, baik berupa uang, tanah, dan sebagainya).[19]
- Syarat-syarat
waris:
1) Kematian
muwarris secara pasti: (kematiannya) diketahui dan
dipastikan dengan (kesaksian) seorang saksi atau disaksikan oleh 2 orang saksi
yang adil, karena hal tersebut bisa
menempati posisi keyakinan yang nyata atau ketetapan seorang hakim.[20]
Maksud ketetapan adalah: keputusan seorang hakim tentang seorang yang
menghilang dan tidak diketahui keberadaannya, hidup atau mati? ketika seorang
hakim memberikan keputusan bahwa dia telah meninggal dunia dengan melihat
tanda-tanda atau bukti-bukti yang ada, maka
seketika itu harta peninggalan pewaris boleh dibagi kepada ahli waris.[21]
2) Diketahui
adanya keluarga yang masih hidup, walaupun (hanya) sebentar. Atau diyakini
kehidupannya walaupun hanya sekedar praduga, seperti (bayi) yang masih dalam
kandungan.[22]
3) Mengetahui
jalur pewarisan. Maksudnya, seorang yang memutuskan (pembagian harta warisan)
baik itu seorang qadhi atau lainnya wajib mengetahui jalur seseorang
yang dihukumi sebagai ahli waris, seperti suami-istri, budak, atau kerabat. Dan
mengetahui derajat (antara) pewaris dan yang diwarisi.[23]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Sebab-Sebab
Seorang Mendapatkan Warisan: Al Qarabah, An Nikah, dan Al Walaa’.
2. Perkara-perkara
yang menghalangi (dalam) pewarisan: Perbedaan agama, murtad, Budak, dan
Membunuh.
3. Rukun-rukun
waris: Al Muwarris, Al Waris, dan Haqqu Mauruus.
4. Syarat-syarat
waris: Kematiaan muwarris secara pasti atau secara hokum, adanya
keluarga yang masih hidup, dan mengetahui jalur nasab pewarisan.
DAFTAR PUSTAKA
Al Kaf, Thahir bin
Abdillah, Raudh An Nahidh, (Tegal: Darul Muhajir, 1999)
Ash Shabuni, Muhammad
Ali, Al Mawaarits fii Asy Syari’ah Al Islamiyyah fii Dhou’i Al Kitab wa Al
Sunah, (Jakarta: Dar Al Kutub Al Islamiyah, 2010).
Departemen Agama RI, Al
Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Karya Insan Indonesia, 2004)
[1] http://news.liputan6.com. Diunduh tanggal 6
September 2015
[2] Thahir bin Abdillah Al Kaf, Raudh
An Nahidh, (Tegal: Darul Muhajir, 1999), 30
[3] Ali Ash Shobuni, Al Mawaarits
fii Asy Syari’ah Al Islamiyyah fii Dhou’i Al Kitab wa Al Sunah, (Jakarta:
Dar Al Kutub Al Islamiyah, 2010), 33
[4] Thahir bin Abdillah Al Kaf, Raudh
An Nahidh, … 31
[5] Ibid, 33
[6] Ibid, 34
[7] Al Bukhari, Muhammad bin Ismail
bin Ibrahim bin Al Mughirah, Al Jami’ Al Shahih, (Kairo: Dar Asy Syu’b,
1987), 08/194
[8] Departemen Agama RI, Al Quran
dan Terjemahnya, 2004 (Jakarta: CV. Karya Insan Indonesia), 285
[9] Ibid, 252
[10] Thahir bin Abdillah Al Kaf, Raudh
An Nahidh, … 35
[11] Thahir bin Abdillah Al Kaf, Raudh
An Nahidh, … 35
[12] Ali Ash Shobuni, Al Mawaarits
fii Asy Syari’ah …35
[13] Thahir bin Abdillah Al Kaf, Raudh
An Nahidh, … 36
[14] Ibid, 36
[15] Ibid, 36
[16] Ibid, 36
[17] Ibid, 32
[18] Ibid, 32
[19] Ibid, 32
[20] Ibid, 33
[21] Ali Ash Shobuni, Al Mawaarits
fii Asy Syari’ah ….34
[22] Thahir bin Abdillah Al Kaf, Raudh
An Nahidh, … 33
[23] Ibid, 33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar