Jumat, 09 Oktober 2015

Berdzikir Hingga Matahari Terbit



Berdzikir[1] Hingga Matahari Terbit
Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya agar senantiasa berdzikir dan mengingat-Nya dengan jumlah bilangan yang tidak terbatasan. Artinya kita diharuskan senantiasa mengingat, di pagi, siang, sore, dan malam hari. Disetiap gerak tubuh, disetiap hembusan nafas,  dan setiap detakan jantung.
Walaupun demikian, ada waktu-waktu mulia, penuh keberkahan dalam melakukan dzikir yaitu berdzikir setelah shalat shubuh hingga matahari terbit. Ya, ini yang saya maksud, karena seorang yang berdzikir pada waktu itu dia akan diberi pahala oleh Allah SWT seperti pahalanya seorang yang menunaikan ibadah umrah dan haji.
Berdzikir sampai matahari terbit merupakan wadhifah/kegiatan yang secara istiqamah diamalkan oleh seluruh santri Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah tanpa terkecuali. Yaitu setelah melakukan shalat shubuh secara berjamaah, santri diwajibkan membaca Al Quran sampai menjelang waktu dhuha, dan kemudian melakukan shalat sunah: shalat isyraq, dhuha, dan isti’adah secara berjamaah.
Dalam rubrik wadhifah kali ini, kami akan menguraikan tentang keberkahan dan keutamaan berdzikir hingga matahari terbit. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا * وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا  [الأحزاب : 41 ، 42]
Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (QS. Al Ahzab: 41-42).
Al Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al Jami’ li Ahkam Al Quran menjelaskan bahwa ayat ini memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar senantiasa berdzikir dan bersyukur kepada-Nya sebagai ungkapan terimakasih atas segala limpahan nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah SWT. Dalam ayat ini tidak ada hitungan jumlah dzikir, karena Allah memberi kemudahan kepada hamba-Nya. Ada pendapat, bahwa dzikir itu dikatakan katsir (baca: banyak) ketika seorang itu membaca dengan hati yang ikhlas, sedangkan dikatakan qalil(baca: sedikit) ketika seorang itu dalam sifat kemunafikan, maksudnya dia hanya berdzikir secara lisan saja, sedangkan hatinya dalam keadaan lupa.[2] Rasulullah SAW bersabda:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ اللهِ حَتَّى يَقُوْلُوْا مَجْنُوْن
“Perbanyaklah mengingat Allah SWT (baca: berdzikir), sehingga orang-orang menganggapmu sebagai orang gila.” (HR. Ahmad)
Rasulullah SAW juga bersabda:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاء، رَضِيَ الله عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ، وَأَرْفَعُهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ، وَخَيْرِ لَكُمْ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ وَالْوَرَقِ، وَخَيْرِ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ، وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ؟" قَالُوْا: وَمَا هُوَ يَا رَسُوْلَ الله؟ قَالَ: "ذِكْرُ الله عَزَّ وَجَلَ".
Dari Abu Ad Darda` Ra ia berkata; Nabi SAW bersabda: “Maukah aku beritahukan kepada kalian mengenai amalan kalian yang terbaik, dan yang paling suci di sisi Raja (Allah) kalian, paling tinggi derajatnya, serta lebih baik bagi kalian dari pada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian dari pada bertemu dengan musuh kemudian kalian memenggal leher mereka dan mereka memenggal leher kalian?” Mereka bertatanya; perihal apa itu, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: “Berdzikir kepada Allah SWT.” (HR. Turmudi).
Dalam Hadits lain yang menjelaskan secara jelas tentang berdzikir hingga matahari terbenam. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ، ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ . قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ (رواه الترمذي)
“Siapa yang shalat Shubuh secara berjamaah, kemudian duduk berzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian dia shalat dua rakaat, maka baginya pahala bagaikan pahala haji dan umrah. Dia (Anas) berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Turmudi)[3]
Syaikh Athiyah bin Muhamad Salim dalam kitabnya, syarh Arbain An Nawawi, menceritakan bahwa Sahabat Umar ketika setelah melaksanakan shalat shubuh, dia selalu menanti sampai matahari terbit, dan ketika ada sesuatu yang baru kedatangannya seperti memperbarui wudhu’, maka beliau akan melepas ridaa’-nya (baca: gamis), seraya berkata: tunggulah kedatanganku kembali. Dan ucapannya didengar oleh seseorang, dia kemudia bertanya kepada sahabat Umar: siapa yang engkau ajak bicara? Tidak ada seorang pun bersamamu. Beliau menjawab: saya berbicara kepada orang-orang yang duduk-duduk bersamaku, (sesungguhnya) para malaikat menyertai orang-orang yang selalu berdzikir kepada Allah SWT.[4]
Dalam penjelasan ayat dan beberapa hadits di atas telah jelas, bahwa seorang dianjurkan agar senantiasa berdzikir mengingat Allah SWT, kapanpun dan dimanapun. Bila kita ingin diingat Allah maka senantiasalah mengingat-Nya. Dan dzikir setelah shalat Shubuh berjamaah sampai matahari terbit, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahalanya seorang yang menunaikan ibadah umrah dan haji.
Dzikir adakalanya individu dan adakalanya berjamaah. Saya tidak bermaksud menjelaskan tentang mana yang lebih unggul di antara keduanya. Tapi yang menjadi titik tekan adalah dzikirnya. Dzikir secara invidu sudah jelas, bahwa dia sedang berdzikir. Sedangkan dzikir secara berjamaah, apakah seluruhnya ikut berdzikir? Jawabannya, tentu saja tidak semua ikut berdzikir, ada yang tidur, ada pula yang sekedar duduk-duduk. Lantas bagaimana? Apakah yang akan mendapatkan pahala umrah dan haji hanya orang yang berdzikir atau seluruhnya dihitung sebagai seorang yang berdzikir?
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Jarir dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT mempunyai para malaikat yang selalu berkeliling di jalan-jalan, dan mencari-cari majelis dzikir, jika mereka mendapati suatu kaum yang berdzikir kepada Allah mereka memanggil teman-temannya seraya berkata; ‘Kemarilah terhadap apa yang kalian cari.’ Lalu mereka pun datang seraya menaungi kaum tersebut dengan sayapnya sehingga memenuhi langit bumi. Maka Rabb mereka bertanya padahal Dia lebih tahu dari mereka; ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku? ‘Para malaikat menjawab; ‘Mereka mensucikan Engkau, memuji Engkau, mengagungkan Engkau.’ Allah berfirman: ‘Apakah mereka melihat-Ku? ‘ Para malaikat menjawab; ‘Tidak, demi Allah mereka tidak melihat-Mu.’ Allah berfirman: ‘Bagaimana sekiranya mereka melihat-Ku?’ Para malaikat menjawab; ‘Sekiranya mereka dapat melihat-Mu pasti mereka akan lebih giat lagi dalam beribadah, lebih dalam mengagungkan dan memuji Engkau, dan lebih banyak lagi mensucikan Engkau, Allah berfirman: ‘Lalu apa yang mereka minta?’ Para malaikat menjawab; ‘Mereka meminta surga.’ Allah berfirman: ‘Apakah mereka telah melihatnya?’ Para malaikat menjawab; ‘Belum, demi Allah mereka belum pernah melihatnya.’ Allah berfirman: ‘Bagaimana sekiranya mereka telah melihatnya?’ Para malaikat menjawab; ‘Jika mereka melihatnya tentu mereka akan lebih berkeinginan lagi dan antusias serta sangat mengharap.’ Allah berfirman: ‘Lalu dari apakah mereka meminta berlindung?’ Para malaikat menjawab; ‘Dari api neraka.’ Allah berfirman: ‘Apakah mereka telah melihatnya?’ Para malaikat menjawab; ‘Belum, demi Allah wahai Rabb, mereka belum pernah melihatnya sama sekali.’ Allah berfirman: ‘Bagaimana jika seandainya mereka melihatnya?’ Para malaikat menjawab; ‘Tentu mereka akan lari dan lebih takut lagi.” Beliau melanjutkan: ‘Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku telah mempersaksikan kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni mereka.’ Beliau melanjutkan; ‘Salah satu dari malaikat berkata; ‘Sesungguhnya diantara mereka ada si fulan yang datang untuk suatu keperluan?’ Allah berfirman: ‘Mereka adalah suatu kaum yang majelis mereka tidak ada kesengsaraannya bagi temannya.’” (HR. Bukhari)[5]
Walhasil, bahwa dzikir sampai matahari terbit -baik secara individu atau berjamaah- maka dia akan mendapatkan keutamaan dan keberkahan yang berupa pahala yang begitu agung, seperti pahalanya orang yang menunaikan ibadah umrah dan haji. Wallahua’lam  (Kang Rifqil Khaq)





[1] Dzikir adalah senantiasa mengingat dan menyebut Allah SWT. Baik dengan membaca Al Quran, membaca tasbih, tahmid, tahlil,  dan lain sebagainya.
[2] Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkam Al Quran, (Kairo: Dar Kutub Al Mishriyah), 14/197
[3] At Turmudi, Sunan At Turmudi, (Beirut: Dar Ihya’ Turats Al Arabi), 2/481 –Makatabah syamila
[4] Syaikh Athiyah bin Muhamad Salim, syarh Arbain An Nawawi, 78/9 –Maktabah Syamila
[5] Imam Bukhari, Al Jami’ Ash Shahih, (Beirut: Dar Sya’b), 8/107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar